Membaca Papua Selatan 5 Tahun Ke Depan Dari Tes CPNS 2024
Akan ada gelombang ruralisasi dalam beberapa tahun ke depan. Kampung-kampung akan kembali penuh dengan ‘orang-orang putus asa’ dari kota. Jika tidak demikian, maka kampung-kampung yang (di)‘kering’(kan) dari dinamika sosial-ekonomi akan memicu hiper-urbanisasi terutama ke kota-kota di Papua Selatan (khususnya Merauke). Ledakan penduduk akan membuat gesekan sosial semakin intens di masa yang akan datang. Jadi, untuk menjaring puluhan ribu pencari kerja usia produktif (yang saat ini lebih dari 15 ribu orang[1]) dibutuhkan sedikitnya investasi sebesar 23 Triliun rupiah[2] di industri padat karya.
Papua Mandiri – Jumlah pelamar CPNS di Provinsi Papua Selatan untuk tahun 2024 mencapai 12.909 orang[3]. Dari jumlah tersebut, sebanyak 11.036 pelamar dinyatakan lolos seleksi administrasi. Beberapa alasan pelamar tidak lolos administrasi, di antaranya:
- Salah mengunggah dokumen
- Tidak sesuai antara jabatan yang dilamar dengan jabatan yang ditulis dalam lamaran
- Terlibat dalam partai politik[4]
Dari total 11.036 pelamar ada 6.716 Orang Asli Papua (OAP) yang mengikuti tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Calon Pegawai Negeri (CPNS) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Selatan Tahun 2024. Jumlah peserta yang mengikuti tes CPNS di Provinsi Papua Selatan tahun 2024.[5]
Lalu bagaimana dengan hasilnya? Dari survey random kami, kemungkinan 93% dari pelamar OAP gagal mencapai skor minimal passing grade yakni 266 yang ditetapkan pemerintah untuk seluruh Provinsi di Tanah Papua. Artinya hanya ada 470 pelamar OAP di Provinsi Papua Selatan yang lolos di tahap Tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD). Sedikitnya ada tiga alasan utama pelamar OAP gagal :
- Terlambat datang ke tempat ujian sehingga tidak mengisi seluruh pertanyaan
- Tidak mahir mengoperasikan komputer
- Lemahnya literasi numerik , verbal dan logika[6]
Hingga saat ini, Pemerintah sedang bernegosiasi dengan pemerintah pusat agar menurunkan lagi skor minimal agar bisa lolos dari tahap tes SKD. Dari 266 menjadi 230.

Apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman ini?
Pertama, bahkan jika 470 pelamar OAP yang lulus pada tahap SKD tembus sampai menjadi CPNS, kuota yang tersedia masih tersisa 330. Siapa yang akan mengisinya?
Kedua, mengenai faktor terlambat datang ke tempat ujian. Apapun alasanya, terlambat datang ke tempat ujian merupakan wujud ketidaksiapan pelamar OAP untuk mengikuti ujian pada hari itu. Padahal, jadwal ujian sudah diberitahukan jauh hari sebelumnya. Mengapa sulit sekali memprioritaskan dua hari terpenting (H-1 dan Hari H nya) untuk mempersiapkan diri dengan baik? Kita akan selalu punya 1001 alasan untuk membela diri, namun tanpa intropeksi kita tidak akan pernah beranjak kemana-mana. Hanya mengharapkan belas kasihan orang lain untuk memaklumi kondisi kita yang sebenarnya bisa kita rubah jika kita punya niat yang besar.
Ketiga, tidak mahir mengoperasikan komputer. Ketidakmampuan mengoperasikan komputer bisa jadi ditimbulkan olehh banyak faktor. Seperti faktor lingkungan aktifitas yang memang sejak dulu tidak terbiasa dengan penggunaan komputer. Atau juga faktor pendidikan sebelumnya di mana sekolah dulu tidak menyediakan fasilitas komputer ataupun pembelajaran komputer. Namun, ada juga karena faktor Malas tahu. Sudah tahu bahwa nanti pada saat tes akan menggunakan komputer, kita malah tidak berusaha untuk mencari jalan belajar entah di teman, saudara atau tetangga. Padahal, nantinya juga ketika kita lolos menjadi seorang PNS, kita akan selaluu berhadapan dengan komputer setiap hari. Jika kita malas tahu seperti ini, mau sampai kapan orang Papua akan maju dan menjadi Tuan di atas negerinya sendiri?

Faktor terakhir adalah lemahnya literasi numerik, verbal dan logika. Ini merupakan faktor yang rumit yang perlu penjelasannya di tulisan lain. Singkatnya, fondasi pendidikan dasar hingga perguruan tinggi khususnya di Tanah Papua masih sangat rapuh. Sebut saja ada faktor struktural, kultural dan moral yang saling mempengaruhi sehingga menghasilkan keluaran pendidikan kita seperti ini. Namun, biasanya dalam setiap tes-tes semacam ini, ada berbagai kelas Tryout, kelas persiapan yang biasanya dibuka baik luring maupun daring untuk mempersiakan diri kita lebih matang untuk menghadapi ujian. Masalahnya, inisiatif yang rendah ditambah dengan kurangnya informasi serta sumber pendanaan menjadikan kita pasif dan pasrah untuk menerima apapun hasilnya yang akan terjadi. Atau pun kita mungkin sempat berpikir bahwa karena kita adalah OAP jadi kita akan diprioritaskan. Itu betul, tapi kita perlu menunjukkan bahwa kita mampu melewati skor minimal yang ditetapkan pemerintah terlebih dahulu. Jika tidak, atas dasar apa Pemerintah mau memperjuangkan kita untuk lolos tes CPNS? OTSUS? Pemerintah sudah berkomitmen untuk memberikan porsi 80% dari total lowongan yang ada. Setelah itu, Pemerintah pun telah menurunkan nilai skor passing grade nya yang tidak berlaku di sebagian besar Indonesia kecuali di Tanah Papua saja.
Selanjutnya, mari kita balik ke jumlah pelamar OAP yang tidak lolos. Katakanlah akan ada 1000 orang yang diterima baik OAP maupun non-OAP. Ini berarti, akan ada 10.036 pelamar yang tidak akan diterima. Atau 5.916 pelamar OAP yang akan menganggur paska diumumkannya hasil tes CPNS tahun depan. Mau dikemanakan mereka ini?

Ayo kita buat dua skenario. Skenario Pertama, sebagian besar dari mereka akan menganggur selama beberapa tahun sambil menunggu dibukanya tes CPNS tingkat kabupaten atau kota madya. Selama periode itu, mungkin saja pemerintah tingkat kabupaten akan membuka lowongan honor di beberapa dinas. Tapi apakah cukup untuk menampung mereka?. Selama periode antara, ada yang akan mencoba usaha kecil-kecilan, menjadi pekerja serabutan, pekerja paruh waktu, ataupun menjadi beban keluarga. Sebagian dari mereka juga akan balik ke kampung halaman sambil menggantungkan hidup dari kegiatan kampung dan dana kampung. Mereka akan merapat ke birokrasi pemerintahan kampung. Sebagiannya lagi yang lebih memilih mandiri. Mereka akan kembali ke kampung lalu mengelola tanah mereka sendiri dengan berkebun dan sebagainya. Jika skenario ini yang akan terjadi, maka pemerintah perlu sigap menciptakan program jaringan pengaman sosial yang tidak melulu soal bantuan tunai saja. Misalkan untuk mereka yang mungkin akan menjadi pekerja serabutan dan paruh waktu, pemerintah perlu memastikan bahwa di sektor pekerjaan informal seperti ini, lowongan tersebut akan selalu ada. Mengingat hingga saat ini sangat sulit menemukan peluang kerja paruh waktu karena ekonomi Merauke sebagai barometer pembangunan di wilayah Papua Selatan saja masih belum semarak. Pekerjaan paruh waktu dalam hirarki kerja merupakan ‘efek tumpahan’ dari pekerjaan utama yang didorong oleh mega bisnis di mana terjadi kekurangan tenaga kerja di periode tertentu. Ini belum lagi sikap enggan dari pencari kerja yang nota bene adalah lulusan S1.
Selanjutnya, usaha kecil-kecilan biasanya akan diambil oleh perempuan. Dengan melihat program UMKM yang saat ini telah dan sedang dijalankan oleh pemerintah, hal ini menunjukkan tren yang cukup baik. Namun, perlu ada perbaikan kualitas dalam menjalankan program di masa yang akan datang. Beberapa catatan penting seperti berapa pelaku UMKM OAP yang sudah benar-benar mandiri, berapa pelaku UMKM OAP yang masih perlu dibimbing serta apa saja kendalanya. Selanjutnya, apakah proses penyaringan calon pelaku UMKM sudah cukup baik termasuk pengelolaan anggarannya yang berasal dari dana OTSUS? Pertanyaan-pertanyaan kritis seperti ini perlu ditanggapi dengan langkah nyata untuk perbaikan kualitas program UMKM yang lebih baik ke depannya. Alasannya sangat masuk akal, karena Provinsi Papua Selatan akan memiliki ribuan calon pencari kerja perempuan lulusan S1 dalam dua tiga tahun yang akan datang.
Lebih lanjut, bagi mereka yang akan pulang kampung lalu mengusahakan tanah mereka untuk hidup, akan menjadi tanggung jawab pemerintah Kampung dan Dinas Terkait seperti Dinas Pemerintahan Masyarakat Kampung (DPMK). Perlu ada terobosan dalam perencanaan program yang akan mengantar kampung-kampung lebih mandiri ke depan. Jika tidak, gelombang ‘pengangguran’ yang akan balik ke kampung ini justru akan menjadi beban bagi kampung. Di sisi lain, situasi ini juga akan menambah daftar panjang pekerjaan LSM yang fokus pada pemberdayaan masyarakat di kampung. Dengan demikian, mesti ada sinergitas antara pihak pemerintah dan LSM untuk duduk bersama merancangkan program bersama dalam mengantisipasi arus balik arus balik urbanisasi ini. Residu dari dinamika sosial ekonomi seperti ini adalah akan selalu muncul generasi yang hilang (The lost Generation) yang invisible dari realitas sosial-ekonomi. Mereka ini akan mencari jalan untuk menunjukkan eksistensinya melalui cara-cara yang mengganggu tatanan sosial masyarakat.

Skenario kedua, Sebagian besar pelamar yang gagal menjadi CPNS mencari pekerjaan di swasta baik di dalam provinsi Papua Selatan maupun di luar Provinsi Papua Selatan. Jika kita tilik tingkat keterserapan tenaga kerja di sektor swasta, maka posisi untuk pekerja dengan ijazah SMA jauh lebih banyak yang biasanya ditempatkan di gudang, pramuniaga, penjaga toko, room boy dsb. Pertanyaanya apakah pelamar yang tidak lolos ini akan mengambil kesempatan ini? Mengingat kluster ini sejak dulu merupakan target para perantau dari luar Papua yang datang dengan ijazah dan skill apa adanya. Sementara untuk posisi pada level manajemen tidak terlalu banyak. Biasanya seseorang harus mulai dari bawah dulu sebelum sampai ke level tersebut. Jadi, jika pelamar yang tidak lolos ini pun tidak mengambil peluang kerja di kluster ini, maka akan ada ledakan pengangguran berdasi dalam jangka waktu 5 tahun yang akan datang. Sebagai perbandingan hingga tahun 2022, ada 15 ribu pengangguran di kabupaten Merauke.[7]
Sementara hingga tahun 2024, tingkat keterserapan tenaga kerja masih sangat rendah[8]. Jika tidak diantisipasi dengan baik, maka potensi kerawanan sosial akan semakin tinggi. Pemerintah dalam hal ini perlu menyiapkan suatu desain besar perencanaan jangka menengah untuk mencegah hal ini terjadi. Atau, pelamar yang nantinya tidak lolos tes CPNS 2024, mau tidak mau suka tidak suka mesti sepakat dengan pilihan bekerja di sektor swasta yang kini tumbuh cukup baik terutama di Merauke. Jika tidak, gelombang pencari kerja dari luar akan terus berdatangan dan mengambil kesempatan yang tidak dihiraukan oleh pencari kerja yang lahir, besar dan atau telah hidup lama di Papua Selatan.
Dari dua skenario ini kita bisa lihat bahwa muaranya akan berujung pada Investasi besar-besaran di Provinsi Papua Selatan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Ini adalah sebuah ketidakterelakkan rencana karena tidak mungkin dua puluh ribu lebih pencari kerja bisa terserap sebagai Aparatur Sipil Negara. Jika sudah demikian, maka hanya ada dua peluang kerja yang tersisa, yaitu menjadi Karyawan Swasta atau Wirausaha. Dari dua pilihan ini, menjadi Karyawan Swasta masih jauh lebih mudah dibanding menjadi seorang Wirausaha. Dengan demikian, sudah saatnya Pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten membuat aturan yang mempromosikan serta memproteksi hak kerja pertama-tama OAP dan kedua adalah non-OAP yang telah lama lahir, besar dan atau hidup lama di Provinsi Papua Selatan. Selanjutnya, pemerintah lebih menggiatkan pendidikan vokasi baik yang formal maupun informal untuk mempersiapkan soft-skill dan hard skill dari calon pencari kerja agar bisa memenuhi kriteria dan standar tenaga kerja di pasar tenaga kerja Provinsi Papua Selatan. Di saat yang bersamaan, untuk proyeksi jangka panjang, pemerintah bersama pihak-pihak terkait memperbaiki kualitas pendidikan di Papua Selatan yang lebih sinergis dengan proyeksi pengembangan ekonomi dan budaya di Provinsi Papua Selatan. Hanya dengan cara ini, kita bisa tetap mempertahankan angka pengangguran terbuka di bawah standar untuk menjaga ritme pembangunan serta menjaga kohesitas dan dinamika sosial-ekonomi masyarakat di Papua Selatan yang lebih harmonis, adil dan sejahtera.
[1] https://papuaselatanpos.com/2024/03/09/lambertus-fatruan-pengangguran-terbuka-di-papua-selatan-capai-14-300-orang/ , diunduh pada tanggal 22 November 2024
[2] https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2024/05/01/di-balik-kinerja-investasi-cetak-rekor-serapan-tenaga-kerja , diunduh pada tanggal 22 November 2024
[3] https://papuaselatan.go.id/berita/6716-oap-lkuti-skd-cpns-pemprov-papua-selatan-lokasi-tes-di-merauke-dan-jayapura#:~:text=Beritapapuaselatan.com%2C%20MERAUKE%20Sebanyak%206.716,Selatan%20tahun%202024%20sebanyak%2011.036 , diunduh pada tanggal 22 November 2024
[4] https://www.ceposonline.com/papua-selatan/1995122484/pemprov-papsel-umumkan-10575-pelamar-cpns-dinyatakan-lolos-administrasi#:~:text=Dari%20jumlah%20itu%2C%20sebanyak%2012.909,dinyatakan%20lolos%2C”%20jelasnya.&text=Dilarang%20mengambil%20dan/atau%20menayangkan,sosial%20komersil%20tanpa%20seizin%20redaksi. , diunduh pada tanggal 22 November 2024
[5] https://suara.merauke.go.id/post/3843/11036-peserta-ikuti-seleksi-kemampuan-dasar-cpns-papua-selatan-menggunakan-sistem-cat.html , diunduh pada tanggal 22 November 2024
[6] Hasil penelusuran Tim Riset Papua Mandiri Research Center
[7] (https://suara.merauke.go.id/post/3554/data-terkini-jumlah-pengangguran-di-merauke-capai-15ribu.html#:~:text=Data%20Terkini%2C%20Jumlah%20Pengangguran%20di%20Merauke%20Capai%2015%20Ribu%20%7C%20Suara%20Merauke, diunduh pada tanggal 22 November 2024
[8] (https://suara.merauke.go.id/post/3688/penyerapan-tenaga-kerja-di-kabupaten-merauke-masih-rendah.html) , diunduh pada tanggal 22 November 2024

